Jaksa Agung Harus Ambil Resiko, Jangan Jadi Safety Player
Panjangnya daftar tunggakan perkara, kasus pemerasan yang dilakukan oknum kejaksaan di daerah serta ditangkapnya jaksa Kajari Cibinong ‘S’ oleh KPK menjadi keprihatinan banyak pihak. Jaksa Agung Basrief Arief diminta bertindak lebih tegas, berani mengambil resiko dan jangan hanya memainkan peran sebagai safety player (mencari aman-red).
“Kami prihatin, Jaksa S ditangkap KPK, daftar kasus laporan Komisi Kejaksaan, di Sumut banyak oknum melakukan pemerasan terhadap kasus yang abu-abu. Harus kita sadari bersama ini salah siapa, apa kegagalan pembinaan atau pengawasan. Ini tanggung jawab Jaksa Agung, harus berani nggak boleh safety player. Saya mengimbau empati dari Jaksa Agung, bagaimana Presiden SBY tiada hari, tiada jam, tiada bulan, tiada minggu, selalu berada di garda terdepan untuk berantas korupsi. Kasihan dong, jangan tidur melulu Pak Basyrief,” papar anggota Komisi III dari FPD, Edi Ramli Sitanggang dalam rapat kerja dengan Jaksa Agung, Basrief Arief di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (12/12/11).
Ia menyebut beberapa kasus yang sampai saat ini belum jelas tindak lanjutnya oleh aparat kejaksaan seperti kasus dugaan korupsi Rp 80 miliar di Batubara, Sumut. Aparat penyidik kejaksaan dinilainya tidak profesional karena sampai saat ini belum berhasil mengungkap pelaku utama. Pada bagian lain ia juga mengingatkan kasus dugaan korupsi ratusan miliar pada pembangunan pelabuhan di Batam, Kepri. Data terakhir yang diperolehnya kejaksaan sudah menetapkan tersangka, tapi tindak lanjutnya tidak jelas. Demikian pula belum berlanjutnya kasus dugaan korupsi senilai Rp6 triliun pembangunan pembangkit Muara Tawar.
Sementara itu anggota Komisi III dari FPAN Taslim menyoroti proses mutasi para jaksa di daerah yang dinilainya terlalu lama. “Ini temuan waktu kunjungan kerja ke Maluku Utara, ada Jaksa yang sudah ‘terbenam’ disana sampai 5 tahun. Jadi terlalu lama memandang laut fikiran bisa buntuk Pak Jaksa Agung. Perlu mutasi, yang sudah lama di Jakarta perlu penyegaranlah, perlu juga melihat laut,” pungkasnya. Ia juga menanyakan bagaiman koordinasi Kejaksaan Agung dengan KPK terutama dalam aspek pencegahan. “Jangan sampai penegak hukum, Jaksa, KPK, Polri bekerja sendiri-sendiri.”
Herman Herry anggota Komisi III dari FPDIP menyoroti putusan bebas pengadilan yang mencapai 87 kasus. Ia meminta Jaksa Agung melakukan evaluasi terhadap kemungkinan putusan bebas karena dakwaan Jaksa yang tidak cermat. Secara khusus ia mengingatkan dukungan DPR untuk peningkatan kinerja kejaksaan telah dibuktikan, lewat dukungan anggaran reguler dana optimalisasi senilai Rp200 miliar yang semua dijadikan biaya operasional untuk menunjang kegiatan lidik sidik dan kebutuhan infra struktur daerah.
Menjawab hal ini Jaksa Agung Basrief Arief menyatakan beberapa kasus yang dipertanyakan anggota Komisi III dipastikan masih tetap berjalan. “Tolong saya diberi kesempatan untuk menyelesaikan proses itu. Kontrol saya terus dan saya tidak pernah takut menuntaskan kasus, toh saya sudah pensiun kok. Syukur-syukur pensiun kedua lebih mantap,” tandasnya. Terkait penuntasan kasus korupsi ia sudah memerintahkan jajarannya untuk tidak ragu menyita seluruh aset tersangka koruptor. Baginya ini penting untuk menyelamatkan potensi kerugian negara.
Basrief Arief juga mengaku sering menemukan kasus yang sama pada saat kunjungan kerja, jaksa terlalu lama di daerah tertentu bahkan ada yang sampai 7 tahun. “Pada kondisi itu saya biasanya langsung memerintahkan mutasi,’ imbuhnya. Ia juga telah mengingatkan Kajati di seluruh Indonesia mempunyai kewenangan untuk mengusulkan mutasi kepada Kejaksaan Agung, tertutama bagi jaksa berprestasi. Terkait koordinasi dengan KPK, ia menyebut saat ini sudah berjalan diantaranya dalam pertemuan reguler setiap 2 bulan sekali. (iky)